Dalam beberapa dekade terakhir, lingkungan usaha mengalami perubahan yang sangat dinamis.
Salah satu faktor yang menyebabkan perubahan lingkungan adalah hadirnya teknologi yang juga disebut era disrupsi atau saat ini lebih akrab dengan IoT (Internet of Things). Era disrupsi dimaknai dengan masa dimana terjadi perubahan signifikan dalam perkembangan teknologi digital. Era disrupsi dimulai ketika inovasi baru masuk ke pasar dan mengubah struktur pasar yang sebelumnya.
Guru besar Universitas Indonesia dan pendiri rumah perubahan, Rhenald Kasali dalam bukunya yang berjudul Disruption (2017)menggambarkan beberapa disrupsi pada dunia usaha.
Salah satunya, hadirnya pengembang aplikasi Gojek yang biasa disebut ojek online pada tahun 2010 merupakan pemanfaatan teknologi yang diintegrasikan dengan kegiatan ekonomi. Kehadirannya pun merubah struktur pasar dan mengambil alih pangsa pasar transportasi yang dulu dikuasai ojek dan taksi konvensional
Contoh lain, dulu sering kita jumpai loket penjual tiket pesawat di sepanjang jalan menuju bandara. Dimana keberadaannya saat ini? Traveloka dan tiket.com membuat pasar ini seolah menghilang. Padahal pasar ini tetap eksis, hanya saja prosesnya beralih ke sistem online.
Tidak hanya Pasar transportasi dan reservasi tiket dan hotel yang berubah akibat hadirnya teknologi, selain itu ada e-commerce yang merubah pola belanja masyarakat dan e-wallet yang menawarkan layanan bayar yang praktis, mudah dan lebih efisien
Dampaknya, tidak sedikit usaha yang akhirnya merugi dan berhenti beroperasi karena tidak mampu beradaptasi dan bersaing.
Lalu bagaimana UMKM dalam menyikapi era disrupsi ini agar tetap bertahan dan menjaga eksistensi?
- Adaptif dan integrasi
Perubahan lingkungan dan perkembangan teknologi adalah keniscayaan, hal tersebut tidak bisa dihindari. Maka UMKM perlu beradaptasi dengan mempelajari hal baru serta mengintegrasikan teknologi yang relevan dengan konsep bisnis, seperti penggunaan software keuangan/transaksi, metode pembayaran Qris, digital marketing dan penjualan melalui e-commerce. Selama teknologi dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan dan konsumen, maka itu menjadi peluang untuk berinovasi. - Kemitraan dan Kolaborasi
Menjalin kemitraan dan Kolaborasi merupakan landasan perusahaan dalam mendiversifikasi produk atau layanan, memperluas jangkauan serta menawarkan one stop service. Seperti Dompet digital yang menawarkan layanan bayar dan transfer ke berbagai bank, lembaga keuangan dan perusahaan yang bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat. Ini tercipta karena adanya kerjasama dan kolaborasi. - Sharing economy
Sharing economy merupakan aktivitas ekonomi dengan konsep berbagi manfaat aset dan keuntungan. Konsep ini diterapkan oleh Gojek, dimana kendaraan yang digunakan dalam layanan ini bukan milik Gojek, tapi milik pengemudi dan driver. Gojek menyediakan aplikasi, sedangkan pengemudi dan driver menyediakan kendaraan. Dari layanan yang terjual dengan konsep sharing economy ini, mereka berbagi keuntungan. Sama halnya dengan yang diterapkan Red Dorz, menjalin kerja sama dengan hotel kecil, memberikan pelatihan dan menyediakan sistem operasional. Dengan konsep ini, Pemilik hotel dan Red Dorz mampu memberikan layanan dengan harga yang lebih rendah. UMKM perlu memahami potensi sharing economy untuk mencapai efisiensi optimal sehingga dapat meraih cost leadership. - Hubungan dengan konsumen
Salah satu cara mewujudkan retensi konsumen adalah dengan memperkuat hubungan dengan mereka. Upaya ini bertujuan agar UMKM dapat mempertahankan pangsa pasar dan konsumen tidak beralih ke pesaing. Beberapa cara penerapan hubungan dengan konsumen (customer relationship management) seperti komunikasi yang ramah dan efektif, responsif, customize dan loyalty program (membership, promo, diskon).